Korelasi Konsep Sistem Among Ki Hajar Dewantara dengan Pendidikan Tzu Chi
Pendidikan adalah upaya manusia untuk menyempurnakan proses tumbuh dan berkembang, agar sesuai dengan nilai dan budaya yang berlaku di masyarakat. Pendidikan menjadi sangat penting bagi setiap individu karena melalui pendidikan, manusia bisa memperoleh pengetahuan serta memahami hakikat kebenaran. Selain itu, pendidikan berperan dalam membentuk masyarakat yang hidup dengan pola tingkah laku yang baik.
Pendidikan yang ideal harus selalu mengedepankan rasa dan karsa. Rasa mengacu pada kemampuan peserta didik dalam mengelola emosi, sedangkan karsa adalah dorongan jiwa yang menginspirasi peserta didik untuk berbuat kebajikan serta mengembangkan bakat dan minatnya. Salah satu sistem pendidikan yang mendorong peserta didik untuk mengedepankan rasa dan karsa adalah sistem among. Sistem ini pertama kali dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara (Soewardi Soerjaningrat), yang lahir pada 2 Mei 1889 di Yogyakarta. Pemikiran dan jasa-jasanya dalam bidang pendidikan menjadikan Ki Hajar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan Indonesia, dan tanggal kelahirannya diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Sistem among diperkenalkan melalui pendidikan Taman Siswa, yang didirikan pada 3 Juli 1922 di Yogyakarta sebagai ruang belajar bagi rakyat pribumi. Among berasal dari bahasa Jawa, yang berarti mengasuh atau membimbing dengan penuh kasih sayang. Tujuan sistem among adalah membentuk peserta didik yang beriman, bertaqwa, berbudi pekerti luhur, cerdas, terampil, serta merdeka secara lahir dan batin. Peserta didik juga diajarkan untuk bertanggung jawab terhadap lingkungan sosialnya. Sistem ini menekankan pendidikan yang tidak hanya berfokus pada hasil nilai, tetapi juga pada proses tanpa paksaan, dengan pendekatan asih (kasih sayang), asah (belajar), dan asuh (membimbing).
Pendidikan dalam sistem among berfokus pada pendidikan humanis-nasionalis. Pendidikan humanis bertujuan untuk memanusiakan manusia, tanpa saling menghakimi, dan mengutamakan komunikasi serta musyawarah sebagai sarana penyelesaian masalah. Sementara itu, pendidikan nasionalis bertujuan membentuk peserta didik yang mencintai tanah air dan berusaha mengharumkan nama bangsa di dunia internasional. Pendidikan humanis-nasionalis berupaya membentuk peserta didik yang menghargai perbedaan serta memiliki semangat patriotisme yang tinggi.
Tzu Chi, sebuah lembaga sosial kemanusiaan yang didirikan oleh Master Cheng Yen pada tahun 1966 di Taiwan, juga menerapkan pendekatan pendidikan yang humanis melalui misi pendidikannya. Yayasan Buddha Tzu Chi di Indonesia didirikan pada 28 September 1994, dengan fokus salah satunya pada bidang pendidikan. Misi pendidikan Tzu Chi berupaya mencetak manusia yang seutuhnya, tidak hanya berfokus pada nilai akademik dan keterampilan, tetapi juga pada pembentukan moral dan budi pekerti. Salah satu wujud nyata dari misi ini adalah Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi (CKTC), yang berdiri pada tahun 2003 di Jakarta Barat.
Sekolah CKTC menerapkan pendidikan humanis dengan menekankan pentingnya perilaku sopan, sederhana, dan teratur, serta menumbuhkan sikap welas asih kepada sesama. Salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah ini adalah budaya humanis, yang mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan serta cinta kasih kepada seluruh makhluk.
Pendidikan Tzu Chi memiliki banyak kesamaan dengan sistem among Ki Hajar Dewantara. Keduanya tidak hanya menekankan pentingnya pencapaian akademik, tetapi juga pembentukan moral yang kuat. Hal ini bertujuan untuk mencetak generasi yang menghormati dan menghargai sesama, baik di lingkungan sekolah maupun dalam kehidupan setelah lulus. Meskipun pendidikan Tzu Chi berasal dari Taiwan, prinsip-prinsip yang diterapkan di Sekolah CKTC tetap selaras dengan adat, budaya, serta peraturan yang berlaku di Indonesia. Dengan demikian, pendidikan Tzu Chi sejalan dengan cita-cita para pendiri bangsa, khususnya Ki Hajar Dewantara.
Penulis: Annida Allim