Empati dan Percaya Diri dalam Membantu Pasien Kanker
Seni Komunikasi: Empati dan Percaya Diri dalam Membantu Pasien Kanker
Penulis: Sundari Dwi Riyanti
Bertepatan dengan Hari Kanker Internasional pada hari Sabtu, tanggal 15 Februari 2025, dilakukan sebuah kegiatan “Sosialisasi Skrining dan Deteksi Dini Kanker Payudara serta Praktik SADARI.” Kegiatan ini dilakukan di gedung International Conference Hall, Tzu Chi Center Lantai 3, PIK Boulevard, Jakarta. Kegiatan ini diikuti oleh Badan Misi Yayasan Buddha Tzu Chi, para relawan, kader, dan juga masyarakat umum. Tujuan kegiatan ini adalah untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat dalam meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang “deteksi dini kanker payudara serta praktik SADARI,” serta memberikan edukasi yang baik kepada para kader dalam berkomunikasi, memberikan rasa empati, dan peduli terhadap pasien atau penderita kanker untuk tetap semangat dan tidak putus asa dalam melakukan berbagai upaya pengobatan untuk sembuh.
Dalam kesempatan ini, Yayasan Kanker Payudara Indonesia menjalin kerja sama dengan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia yang ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) yang diwakilkan oleh Ibu Titin Pamuji bersama Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, yang diwakilkan oleh Dr. Ruth Oni Anggreini, M.Mars. Kerja sama ini bertujuan untuk menyebarkan tentang “SADARI” dan mendukung program pemerintah dalam pengendalian penyakit kanker.
Salah satu materi menarik yang disampaikan adalah bagaimana cara kita dapat melakukan komunikasi yang baik dan efektif dengan penderita kanker agar mereka merasa tenang. Saat seseorang terdiagnosis menderita penyakit kanker, tentu saja hal pertama yang mereka alami adalah syok atau kaget. Kondisi syok ini bisa berlanjut menjadi sedih, putus asa, marah, hingga depresi. Pada fase ini, dukungan dan semangat dari lingkungan sekitar sangatlah penting. Namun, tidak semua penderita kanker dapat menerima dengan baik saran dan empati kita untuk mereka.
Dalam kegiatan sosialisasi skrining dan deteksi dini kanker payudara serta praktik SADARI, disampaikan oleh pemateri Ibu Dr. Sri Ulya Suskarwati, SE, M.Si, salah satu akademisi di Institut Komunikasi dan Bisnis LSPR Jakarta. Apa pentingnya komunikasi, berempati, dan percaya diri dalam kegiatan sosialisasi ini? Menurut beliau, seni berkomunikasi yang efektif bukan hanya tentang berbicara di depan orang banyak, tetapi juga tentang membangun koneksi emosional dan menyampaikan pesan dengan penuh keyakinan.
- Empati
Memahami audiens, merasakan apa yang mereka butuhkan, dan menyesuaikan pesan kita agar lebih relevan untuk menciptakan ikatan emosional, membuat audiens merasa didengar, dan lebih terbuka terhadap pesan yang disampaikan.
- Percaya Diri
Dengan keyakinan dan percaya diri, audiens cenderung lebih percaya dan menghargai pesan kita. Percaya diri juga membantu kita mengatasi ketegangan atau kecanggungan selama berbicara.
Bagaimana cara komunikasi dan menyemangati para penderita kanker yang benar untuk membantu mereka tetap termotivasi dan pantang menyerah melawan kanker? Ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh para kader, di antaranya:
- Dengarkan Lawan Bicara
Sebelum berbicara, bersikaplah empati. Karena jika kita tidak memiliki empati, maka kita seolah tidak peduli. Ketahui apa yang mereka harapkan dan butuhkan. Terkadang, penderita kanker perlu untuk berkeluh kesah dan menyampaikan apa yang dikhawatirkan. Saat ia mengeluh, dengarkan dan beri semangat. Dengan menjadi pendengar yang baik dan terus memotivasi, mereka merasa mendapat dukungan.
- Bicara dengan Keyakinan
Tidak setiap orang mampu berbicara dengan penuh percaya diri. Bagaimana dia mampu membantu pasien yang terdiagnosis penyakit kanker jika mereka sendiri tidak yakin untuk bisa berbicara dengan baik kepada penderita? Tunjukkan percaya diri melalui ekspresi wajah, intonasi suara, dan bahasa tubuh yang positif. Cara ini bisa membantu menyemangati penderita kanker.
- Baca Suasana dan Sesuaikan Pendekatan
Gunakan empati untuk mengetahui perasaan penderita kanker. Terkadang, penderita bisa saja memilih untuk menyimpan rahasia tersendiri. Jadi, jika mereka tidak ingin menceritakan sesuatu, jangan dipaksa. Hormati privasinya agar mereka tidak merasa terganggu dengan kehadiran kita.
- Ceritakan Kisah Kesembuhan / Story Telling
Menceritakan kisah-kisah pasien yang berhasil sembuh dari diagnosis kanker bisa dalam bentuk obrolan, tontonan, ataupun bacaan untuk menunjukkan kepada pasien bahwa selalu ada celah kesembuhan di setiap beratnya penyakit manusia. Ada harapan dan semangat dengan bercerita tentang kisah orang yang sembuh. Sharing a personal story can be a great way to create a connection with the audience.
Dengan menerapkan hal-hal tersebut di atas saat melakukan pendampingan terhadap penderita/pasien kanker, kita dapat meningkatkan rasa percaya diri dan empati kita kepada mereka serta meningkatkan persentase kesembuhan mereka secara klinis dan mental.