Kasih atau Kasihan dalam Dunia Pendidikan
Pendidikan merupakan bagian yang penting dalam pembentukan generasi yang cerdas secara kognitif dan karakter. Guru sebagai garda terdepan mempunyai peran besar dalam memberikan pengajaran dan pendidikan kepada peserta didik. Namun, faktanya di dunia pendidikan sering kali guru dihadapkan pada dilema antara mengasihi dengan mengasihani terhadap peserta didik. Lalu, manakah yang seharusnya ada dalam proses pembelajaran, KASIH ATAU KASIHAN?
Kasih dalam mendidik artinya memberikan kesempatan peserta didik untuk bertumbuh dan berkembang sesuai bakat dan minat mereka. Guru akan menstimulasi siswanya untuk mandiri, berpikir kritis, dan kreatif tanpa merasa dihakimi. Di sisi lain, kasihan adalah perasaan yang muncul ketika kita melihat seseorang dalam kondisi yang memprihatinkan. Rasa kasihan sering kali muncul ketika pendidik melihat siswa yang kurang mampu, baik secara ekonomi maupun akademik. Namun, kasihan bisa menjadi pisau bermata dua jika tidak disikapi dengan bijak.
Ketika seorang guru hanya merasa kasihan terhadap siswanya, mereka cenderung memberikan toleransi yang berlebihan atau bahkan menurunkan standar pendidikan. Misalnya, memberikan nilai tinggi tanpa melihat usaha siswa, atau membiarkan siswa tidak mengerjakan tugas karena alasan yang tidak jelas. Hal ini mungkin terlihat baik di permukaan, tetapi sebenarnya justru merugikan siswa dalam jangka panjang.
Kasihan yang tidak dikelola dengan baik dapat menciptakan ketergantungan dan menghambat perkembangan kemandirian siswa. Bukannya membantu, sikap ini justru bisa membuat siswa merasa bahwa mereka tidak perlu berusaha keras karena selalu akan dibantu atau dimaklumi. Padahal, tantangan dan kegagalan adalah bagian penting dari proses belajar yang sesungguhnya.
Bagaimana seharusnya guru bersikap? Apakah harus selalu penuh kasih atau boleh merasa kasihan? Jawabannya adalah menemukan keseimbangan antara keduanya. Seorang guru perlu memiliki hati terhadap siswanya, tetapi juga tegas dan adil dalam menerapkan aturan dan standar pendidikan.
Kasih harus menjadi dasar dalam relasi antara guru dan siswa. Namun, kasih sayang tersebut tidak boleh menghalangi siswa untuk belajar menghadapi tantangan dan mengambil tanggung jawab atas tindakan mereka. Sebaliknya, rasa kasihan boleh muncul sebagai bentuk empati, tetapi tidak boleh menjadi alasan untuk mengabaikan prinsip-prinsip pendidikan yang baik.
Kasih dan kasihan adalah dua hal yang sering kali bertolak belakang, tetapi sebenarnya bisa berjalan beriringan jika disikapi dengan bijak. Kasih sayang yang tulus akan membentuk siswa menjadi pribadi yang percaya diri, mandiri, dan penuh empati. Sedangkan rasa kasihan yang tidak terkendali justru bisa menghambat perkembangan mereka.
Oleh karena itu, sebagai pendidik, penting untuk selalu mengevaluasi diri, apakah tindakan kita didasari oleh kasih sayang yang tulus, atau sekadar rasa kasihan yang bersifat sementara? Dengan menemukan keseimbangan antara keduanya, kita dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang tidak hanya mencerdaskan, tetapi juga membentuk karakter yang kuat dan penuh kasih.
Penulis: Elentina Merita Fransiska