Menciptakan Lingkungan Belajar yang Nyaman: PSE (Pendekatan Pembelajaran Sosial Emosional) di Kelas

Kondisi saat ini menunjukkan bahwa para siswa memiliki beban yang tidak ringan. Sebagai contoh, tiba-tiba ada siswa yang menangis di kelas karena dimarahi orang tua di rumah; ada pula yang tidur di kelas karena begadang menyelesaikan tugas-tugas; ada yang sering melamun, dengan tatapan kosong; dan banyak kondisi lain yang terlihat. Mereka mengeluh tentang banyaknya tugas, kegiatan, les yang harus diikuti, tuntutan orang tua, kena marah guru, kegiatan OSIS, ekskul, lomba, pertandingan, dan lain sebagainya. Betapa stresnya mereka, usia masih remaja namun sudah mengalami tekanan dan tingkat stres yang tinggi. Jika hal ini dibiarkan, maka secara mental hal ini tidak baik. Lama-kelamaan, ini juga akan berpengaruh pada cara mereka berelasi dengan orang lain, bahkan bisa menimbulkan konflik. Maka, kita sebagai pendidik harus melatih dan meningkatkan keterampilan sosial emosional di dalam kelas.

 

Ada banyak strategi yang dapat digunakan untuk menerapkan PSE dalam proses pembelajaran. Strategi ini berfokus pada peningkatan keterampilan sosial dan emosional siswa melalui berbagai aktivitas dan pengalaman. Di SMA Cinta Kasih Tzu Chi, khususnya dalam proses pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Sejarah, penerapan pembelajaran sosial emosional yang dilakukan adalah sebagai berikut:

  1. Silensitting
    Setiap pagi sebelum pembelajaran dimulai, para siswa melakukan “silensitting”. Teknik mindfulness atau perhatian penuh ini melibatkan siswa duduk dalam keadaan hening untuk mencapai ketenangan pikiran dan refleksi mendalam. Hal ini bertujuan supaya siswa rileks, menurunkan emosi, dan siap serta fokus untuk belajar.
  2. Cerita Baik
    Berikutnya adalah salah satu contoh aktivitas yang bisa dilakukan. Siswa duduk melingkar dengan kursinya masing-masing untuk melakukan aktivitas interaktif. Kegiatan ini dirancang untuk menciptakan suasana hati yang positif dan meningkatkan energi positif di dalam kelas. Dalam aktivitas ini, estafet sebuah toples berisi kertas-kertas dengan instruksi untuk bercerita tentang hal-hal positif atau pengalaman baik. Toples berjalan dengan musik dan akan berhenti di satu siswa, kemudian siswa tersebut membuka isi toples dan memilih satu kertas yang isinya adalah instruksi untuk bercerita hal baik, misalnya hal baik apa yang dia dapatkan hari ini, kebaikan apa yang diberikan oleh orang tua, kata motivasi apa yang ingin siswa gambarkan hari ini, dan lain-lain. Ketika dalam prosesnya ada siswa yang kurang percaya diri atau malu, kita sebagai guru dapat mendekatinya secara personal dan memberikan semangat serta motivasi supaya dia menjadi lebih berani. Teman-teman yang lain boleh memberikan tanggapan atau komentar positif. Dengan kegiatan ini, diharapkan siswa menunjukkan sikap positif dalam upaya meningkatkan keterampilan sosial emosional.
  3. Games Kelompok
    Salah satu contoh games yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut: Setiap kelompok harus menjawab soal dari guru tentang materi yang sudah dibahas dengan cepat, dan dalam posisi bergandengan tangan satu sama lain. Kegiatan ini dapat meningkatkan hubungan yang baik satu sama lain, meningkatkan kerja sama dan kekompakan, serta mengajarkan saling menghargai pendapat teman, juga belajar berkomunikasi dengan baik antaranggota kelompok.
  4. Refleksi Pembelajaran
    Di akhir proses pembelajaran, guru bersama siswa dapat mengambil kesimpulan bersama tentang materi dan aktivitas pembelajaran yang sudah dilakukan, serta melakukan refleksi. Pertanyaan refleksinya adalah bagaimana perasaan mereka selama proses pembelajaran yang sudah dilakukan. Refleksi bisa dilakukan dengan cara meminta setiap siswa untuk menggambarkan suasana hati mereka dengan gambar emotikon, kemudian ditempel di papan tulis. Guru menjadi tahu bagaimana perasaan mereka masing-masing, apakah senang, bosan, sedih, gembira, dan lain-lain. Ketika guru tahu perasaan mereka, guru bisa menyesuaikan pendekatan dalam proses pendampingan.

Secara umum, kegiatan yang dilakukan diharapkan dapat mewujudkan suasana belajar yang baik dan kondusif. Dengan demikian, guru dapat meningkatkan keterampilan sosial emosional para siswa sehingga mental mereka menjadi lebih sehat, kesejahteraan psikologis terwujud, dan secara akademis akan lebih mudah diraih.

Penulis: Maria Fescilita, S.Pd