Memaknai Kata Merdeka pada Kurikulum Merdeka

Kurikulum Merdeka, yang pertama kali diluncurkan secara daring oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim pada tanggal 11 Februari 2022, menjadi tonggak penting dalam reformasi pendidikan di Indonesia. Bahkan, pada tahun 2024 ini, Kurikulum Merdeka telah ditetapkan sebagai Kurikulum Nasional. Lahirnya Kurikulum Merdeka dipicu oleh pandemi Covid-19 yang memaksa sekolah-sekolah tetap melaksanakan pembelajaran secara daring, meskipun banyak rintangan dan hambatan dalam proses pelaksanaannya.

Sejak diberlakukannya Kurikulum Merdeka sebagai pedoman utama dalam proses pembelajaran, wajah pendidikan di Indonesia mengalami perubahan signifikan. Istilah “merdeka” menjadi kata kunci yang mencerminkan semua perubahan dalam pembelajaran saat ini.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) VI, kata “merdeka” berarti bebas (dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya); berdiri sendiri. Dengan mengacu pada pengertian ini, “merdeka” dalam konteks Kurikulum Merdeka juga memiliki makna yang serupa, yaitu kebebasan atau kemerdekaan.

Pada awal pelaksanaan Kurikulum Merdeka, makna kata “merdeka” ini ditafsirkan secara beragam. Namun, seiring berjalannya waktu, pemahaman terhadap makna kata “merdeka” dalam Kurikulum Merdeka semakin jelas, sejalan dengan banyaknya sosialisasi dan pelatihan yang membahas kurikulum ini.

Kebebasan dalam Kurikulum Merdeka tidak hanya dimiliki oleh satuan pendidikan, tetapi juga oleh pendidik dan peserta didik. Satuan pendidikan memiliki otonomi untuk merancang kurikulumnya sendiri, menyesuaikan dengan kondisi sekolah. Demikian pula, pendidik memiliki kebebasan dalam menentukan model pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan sekolah dan, yang paling penting, menyesuaikan dengan kebutuhan peserta didik.

Salah satu bentuk penerapan kemerdekaan pembelajaran ini adalah melalui diferensiasi pembelajaran. Dengan adanya diferensiasi, peserta didik memiliki kebebasan untuk memilih materi yang disiapkan oleh guru, serta metode belajar yang sesuai dengan karakteristik mereka masing-masing. Yang menarik bagi peserta didik adalah kebebasan dalam memilih bentuk penyajian tugas yang diberikan oleh guru, yang disesuaikan dengan minat dan bakat mereka tanpa mengurangi esensi dari tugas tersebut.

Kemerdekaan pembelajaran lainnya yang sering diterapkan oleh pendidik adalah digitalisasi pembelajaran. Seiring dengan perkembangan teknologi yang pesat dan kondisi zaman yang sangat dekat dengan teknologi, hal ini menjadi relevan bagi peserta didik. Filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara yang menyatakan bahwa anak-anak harus dididik sesuai dengan tatanan alam dan zaman, sejalan dengan pendekatan ini. Selain itu, pendidik kini dapat memilih beragam pelatihan yang tersedia secara daring dari berbagai platform yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu.

Dengan demikian, makna kata “merdeka” dalam Kurikulum Merdeka dapat diartikan sebagai kebebasan dalam memilih proses pembelajaran yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan belajar peserta didik. Oleh karena itu, pemaknaan yang tepat terhadap kata “merdeka” ini menjadi kunci keberhasilan tujuan pendidikan di Indonesia.

Penulis: Yuwanti