Menanamkan Sikap Welas Asih Kepada Peserta Didik di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi

Welas asih merupakan perilaku seseorang yang ikut merasakan penderitaan orang lain yang kemudian mampu membangkitkan keinginan untuk menolong. Dalam penerapannya, seseorang bisa memberikan pertolongan kepada orang lain, bahkan yang bukan merupakan kerabat dekat, saudara, atau orang yang dikenalnya.

Dunia tempat kita tinggal ini telah mengalami globalisasi. Lebih dari separuh ekonomi dunia memberikan dampak kepada kita, baik dalam dunia politik, pendidikan, maupun budaya. Etika dan moralitas kita juga perlu diglobalisasikan. Sebuah tatanan global baru membutuhkan etika global yang baru. Etika global adalah kunci untuk mengatasi kesulitan yang sesungguhnya di zaman ini. Berbagai belahan dunia mengalami perubahan iklim, terorisme, dan perang di antara mereka yang berbeda agama. Fanatisme, diskriminasi, perpecahan, kekerasan, krisis ekonomi, dan perusakan lingkungan mempengaruhi kita semua. Kita harus melihat secara mendalam atas penderitaan, sehingga kita dapat mengambil keputusan yang tepat dan bertindak secara bijaksana.

Pendidikan Sekolah Dasar merupakan suatu usaha untuk mencerdaskan dan mencetak kehidupan anak bangsa, cinta tanah air, bangga terhadap bangsa dan negara, terampil, kreatif, berbudi pekerti, dan santun serta mampu menyelesaikan permasalahan di lingkungannya. Pendidikan sekolah dasar adalah pendidikan anak yang berusia tujuh sampai tiga belas tahun sebagai pendidikan di tingkat dasar yang dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan sosial budaya. Di sekolah dasar inilah siswa dituntut untuk menguasai semua bidang studi dan bagaimana cara menyelesaikan masalah. Akan tetapi, pembelajaran tidak hanya dilakukan di sekolah, namun di luar sekolah pun mereka juga melakukan suatu pembelajaran. Peserta didik yang ada di lingkungan sekolah juga memiliki karakter dan sikap yang berbeda-beda, bahkan tidak sedikit anak yang memiliki sikap kurang peduli terhadap orang lain, baik itu teman yang mereka kenal atau teman yang tidak mereka kenal.

Di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi, anak sudah diajarkan tentang pendidikan agama dan budi pekerti, serta pendidikan budaya humanis. Dengan memberikan pendidikan seperti ini, secara tidak langsung guru sudah menanamkan nilai-nilai etika, sopan santun, moralitas, cinta kasih, dan welas asih kepada peserta didik. Welas asih (Karuna) adalah sesuatu yang dapat menggetarkan hati ke arah rasa kasihan bila mengetahui orang lain yang sedang menderita, atau kehendak untuk meringankan beban penderitaan orang lain. Coraknya yang paling menonjol adalah kecenderungan untuk menghilangkan penderitaan orang lain atau membebaskan diri dari penderitaan.

Ajaran Buddha membabarkan cinta kasih dan welas asih, tetapi hal ini harus diwujudkan dalam tindakan nyata. Cinta kasih yang universal tanpa mementingkan hubungan darah, tetapi diberikan kepada semua makhluk hidup tanpa ada perbedaan, dan welas asih yang merasa senasib dan sepenanggungan. Makna dari kalimat ini sangat amat luhur, tetapi jika tidak dipraktikkan dan dijalankan dalam kehidupan sehari-hari, maka hanya akan menjadi slogan saja. Oleh karena itu, kita harus mempraktikkan dan menjalankannya dalam tindakan nyata di kehidupan sehari-hari yang diawali dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Hati seseorang yang penuh dengan rasa welas asih adalah lebih halus daripada bunga. Ia tidak akan pernah berhenti dan tidak akan puas sebelum dapat meringankan penderitaan orang lain. Bahkan kadang-kadang ia sampai rela untuk mengorbankan hidupnya demi membebaskan orang lain dari segala penderitaannya. Begitu juga hal yang sama dilakukan oleh seorang Bodhisatva; ia rela mengorbankan hidupnya untuk menolong dan membebaskan diri dari penderitaan orang lain. Sikap welas asih dan cinta kasih selalu ditanamkan kepada peserta didik di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi, dengan harapan semua peserta didik dapat menjadi seorang Bodhisatva yang peduli dan mampu meringankan beban dari orang lain, dimulai dari hal-hal yang sederhana yang ada di lingkungan sekolah. Sehingga peserta didik akan memiliki suatu sikap peduli terhadap teman, guru, dan warga sekolah yang ada di lingkungan sekolah serta memiliki karakter yang baik, sopan, santun, etika, moralitas, dan berbudaya humanis.

Dalam pembelajaran agama dan budi pekerti serta pelajaran budaya humanis, peserta didik selalu diajarkan dan diingatkan kembali tentang apa itu cinta kasih dan welas asih, dengan harapan para peserta didik tidak hanya mampu mengingat saja tetapi juga mampu untuk mempraktikkan dan melaksanakannya. Tidak jarang peserta didik diajak untuk langsung mempraktikkan dalam tindakan nyata, baik pada saat pembelajaran yang sedang berlangsung maupun dalam praktik kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan sekolah atau di rumah mereka masing-masing. Mengenai hal ini, sesungguhnya kita dapat melihat dari hasil sikap welas asih dan cinta kasih yang dimiliki oleh peserta didik terhadap orang lain. Kita bisa melihat dari hasil sikap welas asih, misalnya anak peduli terhadap kejadian-kejadian yang dialami oleh orang lain, seperti bencana di Palu. Anak ikut mengumpulkan pakaian, uang, dan makanan untuk disumbangkan kepada mereka yang sedang mengalami bencana alam.

Banyak kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik dalam mengembangkan sikap welas asih terhadap orang lain di lingkungan sekolah. Peserta didik dapat melakukan vegetarian ketika berada di lingkungan sekolah. Peserta didik juga diajarkan tentang adanya kepedulian terhadap lingkungan sekitar dengan melakukan daur ulang sampah atau memilah-milah sampah yang dapat didaur ulang dan yang tidak dapat didaur ulang ke kotak sampah. Selain itu, peserta didik juga diajarkan untuk mempraktikkan membuat eco enzyme sebagai wujud peduli terhadap lingkungan sekolah.

Dengan mengikuti berbagai kegiatan yang ada di sekolah dengan kesungguhan hati, diharapkan peserta didik dapat memahami makna welas asih dan mempraktikkannya, sehingga mereka dapat menjadi anak yang memiliki etika, moral yang baik, sopan santun, budi pekerti, serta dapat mempraktikkan welas asih tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Penulis: Marji