Mengenang Paus Fransiskus: Sang Pemimpin yang Penuh Kasih Sayang dan Kemanusiaan
Sebagai seorang insan atau anak didik Tzu Chi, kita pasti tidak asing akan seorang sosok guru panutan kemanusiaan yang sering kita panggil Master Cheng Yen atau Shī gōng Shàng rén (師上人). Beliau adalah tokoh kemanusiaan dari Taiwan, yang mendirikan organisasi Yayasan Buddha Tzu Chi; organisasi yang mengemban berbagai misi kemanusiaan. Namun, jauh di benua Eropa, tepatnya di Vatikan, ada seorang sosok pemimpin tertinggi Gereja Katolik, yang juga dikenal atas dedikasinya dalam menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Sosok ini memiliki nama lahir Jorge Mario Bergoglio, atau yang lebih dikenal sebagai Paus Fransiskus.
Kehidupan seorang Paus Fransiskus selalu dikenal dengan kesederhanaan dan kerendahan hati. Sejak terpilih sebagai Paus, pemimpin Gereja Katolik tertinggi, Beliau memilih untuk tinggal di Wisma Santa Marta, bangunan yang sederhana di Vatikan jika dibandingkan dengan kediaman kepausan yang dikenal mewah. Beliau juga sering kali terlihat menggunakan transportasi umum, serta berinteraksi langsung dengan orang-orang dari semua lapisan masyarakat. Tindakan Beliau menggambarkan sosok seorang pemimpin sejati, yang dekat dengan orang-orang yang melayaninya.
Keteladanan Paus Fransiskus selalu tercermin dari nama kepausan yang dipilih oleh Beliau. Nama ini berasal dari seorang tokoh dalam agama Katolik, yakni Santo Fransiskus dari Asisi, yang dikenal pendekatan dan dedikasinya dalam melayani kaum terpinggirkan. Komitmen Paus Fransiskus terhadap kaum miskin dan advokasi untuk keadilan sosial selalu mendapat sambutan hangat dari masyarakat. Beliau adalah seorang sosok yang menjembatani nilai-nilai kemanusiaan dan perdamaian lintas agama dan bangsa. Beliau juga sering menekankan pentingnya merawat bumi yang kita tinggali; hal ini jelas sejalan dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh Tzu Chi.
Hubungan antara Tzu Chi dan Paus Fransiskus telah ditandai dengan kerja sama yang bermakna selama bertahun-tahun. Pada tahun 2013, bencana Topan Haiyan melanda Filipina, Tzu Chi ikut serta dalam memberikan bantuan. Kunjungan Paus ke kota Tacloban, wilayah yang terkena dampak parah oleh topan tersebut, menjadi sorotan atas komitmen bersama lintas agama di masa krisis. Selama kunjungan ini, Paus bertemu dengan relawan Tzu Chi, dan menyampaikan ucapan terima kasih atas upaya dalam membantu mereka yang membutuhkan.
Pada bulan September 2015, perwakilan relawan Tzu Chi mendapat kehormatan bertemu dengan Paus Fransiskus di Vatikan, di mana mereka membahas kerja sama lintas agama dan upaya kemanusiaan. Pertemuan ini merupakan momen yang sangat penting, karena menyoroti komitmen bersama dalam mengurangi penderitaan dan mempromosikan perdamaian dunia. Dedikasi Tzu Chi terhadap perlindungan lingkungan dan kepedulian kemanusiaan sejalan dengan surat amanat Paus (ensiklik) berjudul Laudato si’, tentang kepedulian terhadap rumah kita bersama, yang menyerukan tanggapan kolektif terhadap krisis ekologi.
Pada tahun 2016, gempa bumi menghantam Ekuador, gempa bumi tersebut mengakibatkan kerusakan pada gereja Katolik La Parroquia San Andrés di Canoa. Sebagai pusat ibadah yang berdampak pada aktivitas lokal, Tzu Chi memutuskan untuk membangun kembali gereja serta tempat tinggal bagi para pendeta dan biarawati. Tahun 2017, setelah Badai Harvey melanda Amerika Serikat, para biarawati dan umat Katolik dari gereja La Parroquia San Andrés di Canoa segera menggalang dana. Tindakan belas kasih ini menunjukkan aksi bersama untuk membangun harapan baru setelah terjadinya bencana, sebuah prinsip yang diperjuangkan oleh Paus Fransiskus selama masa kepausannya.
Akan tetapi, pada tanggal 21 April 2025, dunia berduka atas hilangnya seorang sosok panutan. Paus Fransiskus telah berpulang di usia 88 tahun. Dunia mengenang Beliau sebagai pemimpin spiritual global, yang hidupnya merupakan perwujudan dedikasi yang tak tergoyahkan terhadap keadilan sosial, dialog antaragama, dan kepedulian terhadap bumi. Saat kita merenungkan pengaruh dari seorang Paus Fransiskus, kita akan menyadari bahwa ajarannya akan terus membimbing kita dalam misi untuk melayani umat manusia. Seruannya untuk kasih sayang dan perdamaian selaras dengan nilai-nilai Tzu Chi.
Dalam pesan perayaan Paskah terakhirnya pada tanggal 20 April 2025, Paus Fransiskus menyampaikan visi kemanusiaan yang mendalam:
“Pada hari ini, saya ingin kita semua memperbarui harapan dan menghidupkan kembali kepercayaan kita kepada yang lain, termasuk mereka yang berbeda dari kita, atau mereka yang datang dari negeri jauh, membawa tradisi, cara hidup, dan ide yang mungkin asing. Karena kita semua adalah anak-anak Tuhan. Tidak akan ada kedamaian tanpa kebebasan beragama, kebebasan berpikir, kebebasan berekspresi, dan rasa hormat terhadap pandangan orang lain.”
Wafatnya Paus Fransiskus merupakan kehilangan yang besar, bukan hanya bagi umat beragama Katolik, tetapi bagi masyarakat di seluruh dunia. Namun, komitmennya yang teguh terhadap cinta kasih, perdamaian, dan keadilan akan selamanya menginspirasi kita untuk meneruskan warisan Beliau. Seperti halnya, Tzu Chi juga tetap akan berdedikasi untuk membina kerja sama antar umat beragama dan melanjutkan praktik kemanusiaan, memastikan bahwa cahaya harapan dan kasih sayang terus bersinar terang di dunia.
Seperti yang dikatakan Master Cheng Yen: “Cita-cita Tzu Chi selaras dengan komitmen hidup Paus dalam membimbing umat manusia menuju kebaikan, memastikan bahwa setiap orang berhak menemukan kedamaian dan kegembiraan dalam hidup. Saya sangat yakin bahwa kebijaksanaan dan semangat welas asih Paus Fransiskus akan terus bersinar terang di dunia ini, seperti mercusuar yang menuntun jiwa dan menerangi jalan bagi generasi mendatang.”
Selamat Jalan Paus Fransiskus. Semoga kesederhanaan hidup, pesan kasih, dan perdamaianmu terus menjadi cahaya bagi dunia.
Semoga dunia bersatu hati dalam kebaikan.
Penulis: Richard Vincent Thamrin