Awas, Berbahaya!!! Jika Gadgetmu Mengambil Alih Peran Agama dan Tuhanmu

Gadget kini telah menjadi kebutuhan mendasar bagi manusia, meskipun awalnya hanya dipandang sebagai kebutuhan sekunder. Dalam segala aktivitas dan di mana pun berada, smartphone memegang peranan penting untuk efektivitas dan efisiensi kerja. Namun, perkembangan teknologi digital, terutama dengan hadirnya kecerdasan buatan (AI), telah memicu diskusi tentang dampak positif dan negatifnya bagi kehidupan manusia.

Pepatah yang mengatakan “teknologi ibarat pisau bermata dua” sangat relevan. Teknologi memang memberikan manfaat besar, tetapi tidak sedikit pula dampak negatif yang muncul. Penulis berpendapat bahwa salah satu dampak terbesar adalah merosotnya akhlak dan moral. Banyak orang yang kecanduan gadget hingga melupakan aktivitas keagamaan. Ibadah yang seharusnya dijalankan menjadi terganggu atau tertunda karena keasyikan bermain aplikasi di gadget.

Fenomena ini menggambarkan bagaimana gadget bisa mengambil alih peran agama dan Tuhan dalam kehidupan seseorang. Seperti yang disampaikan oleh Muh. Imaduddin Abdurrahim dalam bukunya, Islam Sistem Nilai Terpadu, “Tuhan” bisa didefinisikan sebagai sesuatu yang begitu dipentingkan hingga menguasai hidup manusia. Dalam Al-Qur’an, Surah Al-Jatsiyah ayat 23 juga mengingatkan kita tentang orang-orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhan. Dengan kata lain, saat manusia rela berkorban demi sesuatu yang dianggap lebih penting dari segalanya, maka hakikatnya ia telah “menuhankan” hal tersebut.

Realitas ini menjadi tantangan besar bagi umat beragama, khususnya bagi para pemuka agama dan juru dakwah, untuk menyampaikan pesan yang relevan dan solutif di tengah tantangan teknologi. Pemerintah pun perlu turut andil dalam mengatur dampak negatif teknologi yang semakin mengkhawatirkan.

Menurut laporan “Digital 2024: Indonesia” dari We Are Social, warganet Indonesia menghabiskan waktu hingga 7 jam 38 menit per hari untuk berselancar di internet. Penelitian juga menunjukkan bahwa sekitar 48,6% remaja mengalami kecanduan media sosial tingkat tinggi (sumber: Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran).

Meski telah ada UU ITE dan regulasi lain untuk meminimalisir dampak negatif media sosial, namun pelanggaran di dunia digital masih marak terjadi. Di tengah situasi ini, pemenangnya adalah mereka yang mampu mengendalikan diri dan memanfaatkan teknologi untuk kebaikan. Iman yang kuat menjadi benteng utama agar gadget digunakan secara positif untuk perbaikan diri, bukan sebagai pengganti agama dan Tuhan.

Penulis: A. Bukhori

Add a Comment

Your email address will not be published.