Krisis Identitas di Era Digital: Ini Tekanan Teman atau Tekanan Diri Sendiri?

Krisis identitas dan tekanan teman sebaya merupakan dua tantangan yang semakin signifikan di era digital, di mana media sosial dan internet memegang peran besar dalam kehidupan anak muda. Pada masa pertumbuhan, krisis identitas menjadi bagian alami, tetapi di era digital, tantangan ini menjadi semakin kompleks. Media sosial, dengan segala daya tariknya, membuat anak muda terpapar pada standar hidup yang terlihat ideal namun tidak selalu realistis, yang memengaruhi cara pandang mereka terhadap diri sendiri.

Tekanan teman sebaya selalu menjadi faktor utama dalam pembentukan identitas remaja, tetapi di era digital, tekanan ini meningkat secara signifikan. Media sosial membuat interaksi dengan teman sebaya tidak pernah benar-benar berhenti, bahkan di luar jam sekolah atau acara sosial. Remaja sering merasa terdorong untuk memproyeksikan citra tertentu agar tetap relevan dan diterima oleh kelompoknya di dunia maya, terkadang dengan mengikuti harapan atau standar yang dipengaruhi oleh teman sebaya maupun masyarakat di media sosial.

Krisis identitas adalah keadaan di mana seseorang, terutama remaja, mengalami kebingungan atau keraguan mengenai jati diri dan tujuan hidup mereka. Di satu sisi, teknologi digital memberikan ruang bagi remaja untuk mengeksplorasi berbagai aspek diri mereka. Di sisi lain, media sosial menciptakan kebingungan dengan menyajikan gambaran kehidupan ideal yang terkadang jauh dari kenyataan. Platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube sering kali menampilkan kehidupan yang tampak sempurna, yang dapat membuat remaja merasa perlu mengikuti standar tersebut agar merasa diterima. Akibatnya, banyak remaja kehilangan arah dalam mencari identitas yang autentik, sering kali bergantung pada validasi melalui jumlah likes, komentar, atau followers sebagai tolak ukur nilai diri mereka.

Fenomena yang mencolok di Indonesia adalah munculnya istilah “Anak Jaksel,” yang merujuk pada sekelompok anak muda di Jakarta Selatan yang menggunakan campuran bahasa Indonesia dan Inggris, serta mengadopsi gaya hidup yang modern dan kebarat-baratan. Selain itu, ada pula fenomena “K-Popers,” di mana remaja meniru gaya hidup artis Korea yang mereka idolakan. Fenomena ini menunjukkan krisis identitas di tengah globalisasi, di mana budaya lokal dan global sering kali bersinggungan dan menciptakan kebingungan identitas bagi anak muda.

Hubungan antara krisis identitas dan tekanan teman sebaya semakin kuat di era digital. Di sini, media sosial memperkuat keduanya, mendorong remaja untuk membentuk identitas berdasarkan ekspektasi kelompoknya atau standar yang populer di komunitas digital. Alih-alih mengeksplorasi jati diri yang autentik, mereka sering kali merasa terpaksa menyesuaikan diri dengan citra yang diterima di media sosial. Bentuk tekanan teman sebaya yang paling merusak di dunia digital adalah cyberbullying, yang dapat mengikis rasa percaya diri dan meningkatkan krisis identitas pada remaja.

Untuk menghadapi krisis identitas dan tekanan teman sebaya di era digital, penting bagi remaja, orang tua, dan pendidik untuk mengambil langkah bijak, seperti membangun kesadaran diri, mengurangi ketergantungan pada media sosial, serta memilih konten yang positif. Literasi media juga sangat penting untuk membantu remaja memandang media sosial dengan lebih kritis dan menghindari tekanan yang tidak perlu.

Guru memainkan peran penting dalam mendukung siswa mengatasi krisis identitas dan tekanan teman sebaya. Menciptakan lingkungan kelas yang inklusif dan aman membantu siswa merasa diterima apa adanya. Guru juga dapat mengajarkan pentingnya toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan melalui diskusi, proyek kelompok, atau aktivitas yang mendorong empati. Guru sebaiknya menyediakan waktu bagi siswa yang membutuhkan dukungan, memberikan penguatan positif, dan mengintegrasikan pendidikan karakter serta literasi digital dalam kurikulum. Dukungan dari guru menjadi fondasi penting bagi siswa dalam menjalani masa-masa penuh tantangan ini, mengembangkan identitas yang autentik dan kuat di tengah tekanan era digital.

Penulis: Ruly Mediana Manurung

Add a Comment

Your email address will not be published.